Pages

Thursday, May 24, 2018

Tentang Sampah

Setiap pagi akan berangkat ke kantor, saya melewati sebuah tempat yang selalu bikin geleng-geleng kepala. Tepatnya sebuah jalan, tapi memang kanan kirinya tidak banyak rumah. Ada beberapa toko dan tanah kosong saja. Yang bikin geleng-geleng adalah setiap pagi pasti ada setidaknya dua plastik berisi sampah yang dibuang ke jalan. Bukan pinggir jalan ya, tapi di tengah jalan. Seolah-olah barang yang tidak sengaja jatuh. Dan itu setiap pagi.

Saya tidak mengerti bagaimana jalan pikiran si pembuang sampah. Apakah sedemikian pelitnya tidak mau ikut iuran kebersihan biar sampahnya diangkut atau bagaimana. Dan heran di sisi lain, tapi kok rajin ya... Pasti buang sampahnya pas masih sepi dan gelap. Niat banget. Kalau niat, kenapa sampahnya ngga sekalian diantar ke tempat yang memang dikhususkan untuk sampah? Entahlah.

Sampah, saat ini seharusnya tidak lagi kita pandang sebagai sebuah barang yang hanya bisa dibuang, tetapi juga dikelola. Tidak terbayangkan setiap hari sampah makin bertumpuk, wujud dan baunya memenuhi bumi ini. Sementara di sisi lain kita terus menghasilkan sampah demi sampah.

Adalah Lauren Singer, seorang mahasiswi lingkumgan yang tinggal di New York. Selama dua tahun hanya menghasilkan satu toples sampah kecil. Gaya hidup yang sangat antimainstream. Namun dari situ bisa diambil pelajaran bahwa sampah itu bisa dikelola.

Mindset mengelola sampah, bukan membuang, menurut saya sesuatu yang harus mulai ditanamkan dan diaplikasikan sedari kecil agar menjadi kebiasaan. Jika perlu masuk ke dalam kurikulum sekolah. Bahkan mungkin tak hanya sampah dalam arti sebenarnya, tetapi juga sampah emosi. Bukankah kian hari kian banyak hal negatif yang terjadi karena ketidakpiawaian manusia mengelola sampah emosi?

#30dwc
#30dwcjilid13
#squad7

Tuesday, May 22, 2018

Pejuang Dua Puluh Ribu

Sudah lama sebenarnya berniat posting mengenai hal ini, tapi sering tertunda. Entah karena malas atau lupa, atau dua-duanya, hehe. Pas kebingungan mau nulis apa buat "30 Days Writing Challenge", kemudian teringat kembali tentang ini.

Ceritanya saya adalah salah satu orang yang percaya banget bahwa menabung itu sangat penting untuk masa depan. Tapi di sisi lain, saya juga termasuk orang yang jarang menabung. Kadang kala kalau rajin menabung pun, satu atau dua bulan kemudian uang tabungannya sudah tandas tak bersisa.

Menyiasati hal itu, beberapa macam metode menabung pun saya coba lakukan. Mulai dari mengalokasikan pos untuk tabungan di awal, pakai tabungan berjangka, ikut arisan uang tapi minta dapat terakhir, menabung recehan, menabung 5 atau 10ribu per hari, menabung berapapun tiap hari di celengan yang nggak tembus pandang, bikin rekening baru khusus buat nabung, hingga yang ekstrim, menabung harian sesuai tujuan finansial yang ingin dicapai.

Kenapa saya bilang ekstrim? Begini, metodenya adalah mengidentifikasi tujuan finansial jangka pendek, mulai dari butuh berapa dan kapan waktu dibutuhkannya. Bisa jadi ada hanya satu tujuan finansial atau mungkin lebih. Dari masing-masing tujuan finansial, dibuat breakdown per hari. Harus menabung berapakah setiap harinya agar tujuan finansial tersebut bisa tercapai tepat pada waktunya. Sebagai contoh, tujuan finansialnya adalah butuh untuk bayar hutang 10 juta dalam waktu sepuluh bulan ke depan. Maka 10 juta dibagi 10 bulan. Per bulan harus bisa mengumpulkan 1 juta. Angka 1 juta itu dibreakdown lagi per hari. Misal ada 30 hari jadi setiap harinya harus bisa menabung minimal 34.000. Kalau ada tujuan finansial yang lain, dibreakdown juga dan yang harus dikumpulkan perhari akumulasikan dg hasil breakdown tujuan finansial yang lain.

Karena tujuan finansial jangka pendek saya waktu itu sangat banyak, ada lebih dari 5 item dan masing-masing jumlahnyabbesar dan dibutuhkan dalam waktu dekat, maka uang yang harus ditabung per hari juga cukup besar. Berkisar 450 ribu per harinya. Celengannya isi 50 sama 100rebuan, Bok! Alhasil terkadang belum sampai tanggal 15, bahkan tanggal 10, dompet sudah sangat tipis. Tiada lagi uang di tangan. Efek positinya adalah saya jadi rajin banget jualan bukunya, haha. Omset naik hampir 3 kali lipat gara-gara itu. Tapi kemudian dalam waktu 3 bulan zonk, saya terlalu lelah jiwa dan raga. Menurut saya metode ini perlu segera diakhiri karena nggak saya banget, sama sekali tidak sesuai dengan kepribadian saya😅

Akhirnya sampailah saya pada suatu metode yang membuat lebih semangat menabung, yaitu metode menabung pecahan 20ribu. Pertama kali tau metode ini kalo nggak salah dari baca tulisan Ippho Santosa. Istilah kerennya "The Power of 20.000", sementara orang yang nabung disebut pejuang 20ribu.


Metode menabung pecahan 20 ribu adalah kita harus mengkondisikan diri agar setiap bertemu dengan pecahan 20 ribu, kita menabungnya. Mau uang cuma tinggal 20 ribu, tabung. Uang di dompet 20 ribuan semua pun, tabung juga. Walau kemudian tidak ada yang tersisa... Yang jelas tiap ketemu uang 20ribuan, maka uang tersebut tidak boleh dibelanjakan, dipinjamkan, atau ditukar dengan pecahan lain. Uang pecahan 20 ribu hukumnya satu, tiada lain kecuali hanya boleh ditabung.

Saya memilih menabung pecahan 20ribu di toples, lalu tiap bulan saya setorkan ke bank, rekening khusus untuk (salah satu) tujuan finansial impian saya.

Kenapa harus dua puluh ribu? Barangkali itu menjadi pertanyaan teman-teman ya...
Pecahan 20 ribu bisa dibilang agak nanggung dan biasanya lebih jarang ditemui dibandingkan pecahan lainnya. Bayangkan kalau menabung pecahan 50rb atau 100rb! Saat butuh bayar sesuatu dalam jumlah besar, kebayang ga kalo harus pake pecahan kecil? Yang ada berat! Masak bayar 10 juta pakai pecahan 10ribu sebanyak seribu lembar? Sungguh tidak efisien, waktu banyak terbuang bahkan hanya untuk menghitung saja. Lagipula, kalau seseorang pas butuh cash banget, dia nggak akan pernah berhasil mengambil uang dari ATM. Lha ATM-nya cuman ada pecahan 50rn atau 100rb. Begitu uangnya keluar dari mesin ATM, uangnya otomatis harus ditabung lagi.

Menabung menggunakan pecahan seribu-dua ribu juga tidak efisien. Kapan bisa ngumpul banyak? Kita juga sering butuh pecahan uang ini untuk parkir, bayar angkot, uang saku anak, beli jajanan, dan sebagainya. Uang pecahan 5ribu dan 10ribu pun juga demikian. Lebih sering jadi alat pembayaran, misal parkir mobil 5rb, minuman botol juga sekitar 5rb, beli bubur ayam 10rb, bayar ojek 10rb, dan seterusnya. Sementara kalau harus membayar sesuatu seharga 20rb, kita bisa menggantikannya dengan uang pecahan yang lebih kecil.

Uang yang pecahannya semakin sering dibutuhkan atau dipakai untuk bertransaksi, biasanya akan menjadi cobaan tersendiri yang lama-lama bisa bikin males nabung.

Kembali ke menabung 20 ribuan. Kelebihan metode ini adalah pikiran saya membentuk mindset baru, meyakini bahwa 20ribu itu hanya untuk ditabung. Jadi begitu dapat kembalian 20 ribuan, otak saya menyatakan "Stop! Jangan dipake buat belanja apapun!", otomatis uangnya langsung masuk ke toples tersendiri.

Yang menyedihkan cuma satu, kalau bayar pakai 50 atau 100 ribu lalu tiap kembalian, dapatnya 20ribuan terus😭😭😭
Langsung deh gak selera beli apa-apa lagi😫

Banyak yang sudah berhasil menggunakan metode ini. Search aja testimoninya di google, "pejuang 20 ribu". Saya sendiri baru berhasil konsisten mengumpulkan 20 ribuan selama setahun sampai dua tahun belakangan untuk membiayai salah satu cita-cita yang butuh uang cukup banyak. Itupun baru 60%, tahun ini semoga terwujud 100%😇

Tidak menampik metode yang lain, kadang saya mengkombinasikan beberapa metode sekaligus. Hanya saja metode 20 ribuan ini pasti dan selalu saya lakukan.

Yuk nabung! Mau coba menjadi pejuang 20 ribu juga? Share versi menabungmu di komentar yaaa... 😉

#30dwc
#30dwcjilid13
#squad7
#day6

Monday, May 21, 2018

Ibadah Butuh Mood

Pernahkah nggak pengen melakukan sesuatu yang sejatinya sangat kita senangi? Mungkin tidak sering, tapi sesekali. Pernahkah nggak selesai-selesai melakukan sesuatu yang sebenarnya tidak sulit dikerjakan? Atau pernahkah nggak bisa melakukan sesuatu padahal itu mudah dan sangat kita butuhkan? Makan misalnya, atau tidur. Ada saja orang yang lapar dan butuh makan, tapi tidak memiliki mood makan. Atau ada orang yang mengantuk dan ingin tidur, tapi tidak bisa juga memejamkan mata walau dengan berbagai cara. Mungkin begitu pula halnya dengan ibadah. Sebuah hal yang sunnatullah banyak godaannya. Ada yang ingin dan tahu keutamaan beribadah tapi tak kunjung menemukan feel-nya.

Beberapa hari yang lalu saya berkesempatan mendengarkan Ustadz Hanan Attaki ketika menjadi "jamaah youtubers". Beliau membuat saya tersentil akan satu hal, bahwa ibadah pun membutuhkan mood. Mood adalah adanya perasaan nyaman ketika kita beribadah. Rasa nyaman dalam keimanan kita.

Pantaslah mengapa niat selalu menjadi salah satu prasayarat utama dalam ibadah yang dilakukan oleh seorang muslim. Menghadirkan niat dalam setiap kebaikan adalah menghadirkan mood dalam beribadah. Menyiapkan diri menikmati rasa nyaman mengecap ketaatan.

Sudahkah kita berupaya menghadirkan mood dalam ibadah kita hari ini?

#30dwcjilid13
#squad7
#day4

Friday, May 18, 2018

Ramadhan, Pentingnya Persiapan


Rencananya, saya akan membuat postingan harian selama Bulan Ramadhan tahun ini.
Dan ini adalah postingan pertama saya.
Here we go...

Hari pertama Ramadhan, ada hal-hal yang sungguh menarik perhatian saya. Salah satunya adalah iklan Ramadhan. Secara tidak sengaja waktu ingin menonton kajian Ramadhan di Youtube, muncul beberapa iklan yang lucu.
Saya hanya akan bercerita tentang salah satunya, yaitu iklan dari sebuah marketplace berwarna hijau di negeri ini. Ceritanya adalah sebuah keluarga, di mana sang ibu harus pergi pada hari itu, sedangkan sang ayah bertugas menjaga anak laki-lakinya yang baru pertama kali berpuasa sepanjang hari ketika ditinggal ibu pergi.

Sang ibu yang khawatir berpesan kepada ayah supaya anaknya tidak capek-capek, tidak banyak lari, dan lain sebagainya karena ini adalah puasa pertamanya. Sang ayah dengan percaya diri menyuruh istrinya untuk tenang. Ternyata sang ayah sudah melakukan sejumlah persiapan dengan membeli “perlengkapan perang” di marketplace hijau tersebut sebagai bekal menjaga sang anak, di antaranya beberapa mainan.

Dimulailah kehebohan ketika anak bangun tidur (setelah sahur) lalu sang ayah siap siaga sepanjang hari mengajak anak bermain –dengan perlengkapan yang sudah dibeli dari marketplace tadi- supaya lupa dengan laparnya. Kalau saya cerita kesannya biasa saja ya, tapi kalua melihat langsung iklannya dengan mata kepala sendiri saya sampai terbahak-bahak tidak berhenti.

Pagi ini saya termenung, setelah sebelumnya mengalami sahur yang agak kacau di hari kedua. Malam sebelumnya, setelah tarawih niatnya mau beli lauk untuk sahur. Apalah daya ternyata dari sekian banyak warung yang ada, hanya sedikit saja yang buka. Dan antriannya panjang, masyaAllah. Sempat menunggu di salah satu warung hingga satu jam tapi belum juga dibuatkan pesanannya, akhhirnya suami mengajak pulang saja. Sudah terlalu larut, khawatir besoknya malah kesiangan. Alhasil pagi tadi hanya sahur dengan menu andalan, mie goreng sejuta umat merk kebanggaan anak negeri.

Ya, saya menemukan korelasi yang sangat sederhana dari iklan dan apa yang saya alami. Tentang persiapan. Bahwa menyambut Ramadhan dengan optimal, diperlukan persiapan yang matang. Bukan hanya tentang Ramadhan, semua pada dasarnya perlu persiapan. Namun dalam konteks Ramadhan kali ini, saya berpikir sudah mempersiapkan banyak hal, mulai menyiapkan mukena yang nyaman, berbekam, dan lain sebagainya sampai cuti dari kantor satu hari sebelum Ramadhan agar tidak terburu-buru pulang dan kena macet di jalan. Ternyata ada persiapan yang saya terlupakan. Menu harian dan cadangan makanan.

Setelah dipikir-pikir lagi, sepertinya banyak pula persiapan lain yang terlupakan. Persiapan pemanasan ibadah. Seperti halnya kendaraan yang dipakai namun tidak dipanaskan terlebih dahulu. Kadang mati di tengah jalan ketika gasnya sedikit dikecilkan. Pernah mengalaminya? Menyesal. Namun sudah tidak ada guna. Ramadhan telah dimulai, meski minim persiapan. Ramadhan tetap akan berjalan.
Dan mari berlari mengiringi Ramadhan, pelan tapi pasti. Sambil mengingat pelajaran di hari pertama Ramadhan, pentingnya persiapan.


#30dwc