Pages

Thursday, December 27, 2012

Aku dan Indonesia ;)

Belakangan ini rasa nasionalisme saya sedang berkobar-kobar. Rasa bangga beribu Indonesia yang tadinya terkubur dalam-dalam, kini mulai terbangkitkan. Hmmm... apa pasal? Secara tidak sengaja, ada beberapa hal berurutan yang tiba-tiba menumbuhkan rasa cinta saya kepada Indonesia.

***

Yang pertama, Belitung.

 Tanpa diduga, saya dapat tugas dari kantor untuk pergi ke Belitung mengikuti sebuah workshop. Dan tentu saja, di sana saya dan kawan-kawan yang ditugaskan tidak lupa mengalokasikan waktu untuk mengeksplorasi keindahan Belitung. Keinginan saya yang sekian lama terpendam, akhirnya bersambut. Melihat langsung laut yang masih jernih, laut biru-hijau yang dasarnya dapat dilihat dari permukaan. Udara segar, hamparan batu-batu raksasa, terumbu karang beraneka warna, dan ikan-ikan yang bebas berenang kesana kemari tanpa takut teracuni oleh limbah pabrik ataupun ditangkap sembarangan oleh nelayan yang tak bertanggung jawab. Ah, kalaulah Belitung belum bisa disebut sepotong surga, tak terbayang lagi bagaimana indahnya surga... Itu baru sebagian keciiiiiiiilll sekali dari Indonesia. Di belahan bumi Indonesia lainnya, saya yakin masih ada potongan-potongan -mirip- surga lainnya.
Setelah sekian lama, baru kali ini senyum saya terkembang sempurna. Satu, aku mencintaimu Indonesia.
  
***

Di lain waktu (yang juga belakangan ini), saya sedang concern terhadap masalah makanan halal-haram. Membaca cerita tentang betapa sulitnya mencari makanan halal di negeri orang. Lebih lanjut, saya jadi berpikir seandainya saya berada di belahan bumi lain yang bukan Indonesia, apakah sahut-sahutan suara adzan dari masjid-masjid yang berdekatan masih bisa saya dengarkan? Saya tersenyum penuh makna. Dua, terima kasih Allah, aku semakin cinta Indonesia.

***

Entah kenapa, saya memutuskan melangkahkan kaki ke perpustakaan kantor. Terakhir saya ke sana, belum ada buku yang bisa menarik minat saya. Tapi begitu memasuki ruangan, pandangan saya langsung hinggap pada sebuah buku yang berkisah tentang perjalanan modernisasi kantor pajak. Bukan, bukan tentang institusinya. Buku itu berisi kisah beberapa pegawai pajak terkait dampak modernisasi atau reformasi birokrasi di lingkungan Direktorat Jenderal Perpajakan. Beberapa kisah, membuat saya terharu dan meneteskan air mata. Tapi sejenak kemudian, dengan senyum mengembang saya hapus air mata. Sesungguhnya, cinta dan kebanggaan itu menular. Cinta dan kebanggaan orang-orang yang mengabdi pada negeri dengan sepenuh hati dalam kisah-kisah itu menular pada saya. Ya, lagi-lagi harus saya akui. Tiga, Indonesia... padamu aku makin cinta.                                                                                                                            gambar dari sini


***

Menyambut long weekend di akhir tahun ini, saya memutuskan mengisi sepersekian waktu senggang saya dengan menonton film yang nampaknya bagus. Judulnya, "Tanah Surga, Katanya." Sambil melakukan rutinitas di akhir pekan (baca: menyetrika pakaian), saya menonton film tersebut. Film itu sempurna menghipnotis saya. Kalau tidak tahu saya menyetrika sambil nonton film, barangkali orang akan melihat saya dengan penuh tanda tanya karena saya setrika sambil sesekali menyeka air mata yang tumpah. Hiks... jadi sedih lagi. Film tersebut bercerita tentang ironi Indonesia sebagai negara yang katanya seperti tanah surga dibandingkan dengan Malaysia. Satu adegan yang paling saya suka adalah ketika salah satu tokohnya, Salman (kelas 4 SD) membacakan puisi berjudul tanah surga. Puisinya bercerita tentang ironi lagu koes plus yang judulnya tanah surga. Mungkin lain waktu puisinya akan saya posting di blog. Juga scene ketika Salman melewati perbatasan Indonesia-Malaysia di mana terlihat jelas jalan di Malaysia sudah beraspal mulus sedangkan di Indonesia masih berpasir-batu. Ah, sedih rasanya. Banyak sekali pekerjaan-pekerjaan yang harus kita lakukan untuk memakmurkan negeri ini. Empat... aku tercekat. Aku mencintaimu sepenuh hati, Indonesiaku.

***
gambar dari sini


Rangkaian kejadian belakangan itulah yang membuat saya tiba-tiba ingin meminjam sebait puisi Sapardi Djoko Damono:

kami telah bersahabat dengan kenyataan
untuk diam-diam mencintaimu
pada suatu hari tentu kukerjakan sesuatu
agar tak sia-sia kau melahirkanku

Ibu pertiwiku, Indonesia...aku mencintaimu, selalu. Dengan hati, dan dengan bukti suatu saat nanti serta janji yang akan kupenuhi.